tak-iya.com – Lepas kejadian itu, motivasi utamaku berlari hanyalah untuk masuk akademi militer. Aku rela berlari siang hari sepulang sekolah. Dari awalnya hanya sanggup 2 putaran lapangan stadion menjadi 3, 4, 5, hingga 10 putaran. Namun diakhir cerita, aku batalkan menjadi seorang tentara lantaran hingga kelas dua SMA tinggi badanku tak kunjung bertambah.

Dengan pertimbangan matang dan pesimisitas yang kuat, ku bulatkan tekat untuk mengubah haluan cita-cita menjadi petani saja. Nah, kenapa harus menjadi petani? Sederhana saja, bagiku petani tak berbeda dengan tentara. Cuma bedanya tak bersenjata laras panjang. Petani juga bisa dibilang penjaga keamanan negara dengan pangan yang dihasilkan.

Tanpa pangan, urusan perut sejengkal bisa bahaya. Betul tidak? Jika dulu pada perang dunia ke dua, antar negara perang dengan bom atom. Namun jaman sekarang sejatinya adalah perang makanan. Siapa yang bisa menguasai bahan pangan dialah yang berkuasa. Kebayang jika Indonesia yang makanan pokok ke duanya mie instan, tiba-tiba Amerika sebagai eksportir utama gandum ke Indonesia menghentikan ekspornya? Bagaimana mungkin mie instan tanpa gandum? Mie instan langka, harga mahal dan tentu akan banyak mahasiswa akan menjadi korban, belingsatan mencari bahan makanan pengganti .

Kali ini kita tidak membahas asal usul mie instan menjadi makanan pokok utama mahasiswa. Yang paling penting adalah membahas motivasi berlari. Lanjut lagi, motivasi berlariku kemudian berubah 370 derajat, setelah mengetahui filosofi berlari dari sebuah buku di perpustakaan sekolah.

Filososi yang hingga kini tetap ku ingat adalah berlari adalah urusan mengalahkan diri sendiri dan bukan orang lain atau pesaing. Berlari mengajarkan kesederhanaan dimana tidak banyak peralatan dan tempat khusus.
Berlari dapat memunculkan sisi positif dari diri kita, yang awalnya galau bisa ceria kembali, karena dengan berlari ternyata mengeluarkan hormon gembira. Apa iya? Secara klinis aku sih tidak bisa membuktikan, tapi sesuai pengalaman sepertinya memang benar.

Berlari dibawah langit terbuka, beriringan dengan angin, berkejaran dengan waktu membuatku seperti melewati dimensi lain, yang tidak biasa kita lewati dengan hanya berjalan. Saat itulah tubuh merasakan sensasi baru. Apalagi saat kaki diangkat lebih tinggi, bergerak lebih cepat dan seakan menjauh dari bumi. That’s feeling so fresh! Tapi akan lebih berbeda dimensi tatkala lari 10K tanpa istirahat, nafas habis hingga tersengal-sengal, pasti sensasi datangnya malaikat pencabut nyawa akan sangat terasa.

Tapi untuk yang ini bolehlah dicoba. Secara alamiah tubuh kita ternyata bisa menyesuaikan beban yang didapat oleh tubuh. Misalnya hari ini kita hanya sanggup berlari 400 meter. Atau satu putaran penuh lapangan atletik standar. Satu minggu berikutnya cobalah berlari dua putaran penuh. Ternyat tubuh sudah sanggup untuk menempuh jarak dua putaran penuh. Minggu berikutnya pasti sanggup tiga putaran dan seterusnya. Seharusnya kita banyak bersyukur pada Tuhan yang sudah menciptakan tubuh dengan sangat kuat, fleksibel dengan beban seberat apapun, asalkan kita bisa melatihnya dengan tekun dan sabar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini